Compassion

Merenungkan kesaktian

Ditulis oleh Gede Prama

Salah seorang sahabat dekat Compassion matanya sering bertanya: “Kenapa Guruji tidak memamerkan kesaktian. Terutama saat berbahaya?”.

Maklum, begitulah orang dikondisikan sejak zaman dulu sekali: “Belajar spiritual identik dg belajar yg hebat-hebat”.

Sedikit yg menyadari, memamerkan yg hebat-hebat tidak saja mengundang lebih banyak serangan orang luar, tapi juga meracuni diri di dalam dg ego.

Makanya ke sahabat dekat sering dibagikan: “Diantara semua kesaktian, tidak ada yg mengalahkan kesabaran. Diantara semua pencapaian, tidak ada yg lebih tinggi dari kedamaian”.

Setelah tinggal di Ashram selama 18 tahun, banyak teror dan horor terjadi. Terakhir Ibu mau dipukul orang, sampai pingsan dan jatuh sakit selama 3 bulan.

Tidak ada satu kata tidak sopan pun yg diucapkan pada pelaku kekerasan. Keluarga Compassion bertindaknya halus, sopan dan sistimatis.

Sangat sedikit yg mengerti, begitu cara seorang Guru sejati mengajar. Tidak melalui kata-kata, tapi melalui tindakan nyata. Sejenis bahasa yg paling bercahaya.

Suatu hari ada pendekar yg pulang kampung, kemudian dicegat oleh preman desa. Pendekarnya diminta merangkak di bawah selangkangan preman.

Tanpa mengeluh pendekar ini melakukannya agar bisa masuk desa. Beberapa malam kemudian desanya diserang segerombolan perampok. Dg enteng pendekar ini mengusir gerombolan perampok ini.

Melihat kemampuan bela diri yg demikian tinggi, orang desa bertanya: “Kenapa preman desanya tidak ditendang saja agar roboh?”.

Ditemani senyuman pendekarnya menjawab: “Belajar bela diri tidak ditujukan utk melukai. Belajar bela diri ditujukan utk membuat bumi semakin harmoni”.

Perjalanan spiritual juga serupa. Di awal akan muncul banyak hal-hal hebat. Tapi bukan itu tujuan belajar spiritual. Belajar spiritual adalah belajar membuat bumi jadi harmoni.

Pencari di jalan Shiva khususnya, suatu hari memang berjumpa Shakti. Dan begitu perjalanannya mengagumkan, disana mengerti Shakti adalah energi. Dan Shiva adalah kesadaran murni.

Begitu Anda bisa membawa kesadaran murni pada tiap gerakan energi, itulah pencerahan yg sesungguhnya. Itu juga yg dibadankan oleh pendekar di atas.

Langkah praktisnya, jika ditatap buruk atau dikirimi energi buruk oleh orang lain, tatap ke luar dg mata apa adanya. Tatap ke dalam juga dg mata apa adanya.

Begitu pikiran bersih jernih seperti cermin, energi buruknya tidak akan menyentuh Anda. Ia kembali pada si pengirim. Jalan ini sangat menyelamatkan.

Semoga semua mahluk berbahagia. Semoga pikiran cantik datang dari segala penjuru. Shanti, shanti, shanti (damai, damai, damai)”.

Photo courtesy: Unsplash

Tentang Penulis

Gede Prama

Guruji Gede Prama memulai perjalanan spiritual dengan berdialog bersama Guru simbolik di sebuah desa di Bali Utara. Ini kemudian diperkaya dengan sekolah ke luar negeri, perjumpaan dengan Guru spiritual dunia seperti YM Dalai Lama, YA Thich Nhat Hanh serta Profesor Karen Armstrong, serta olah meditasi yang panjang.

Kendati pernah memimpin perusahaan dengan ribuan karyawan, terbang ke beberapa negara untuk tujuan mengajar, tapi semua itu ditinggalkan karena dipanggil oleh bom Bali di tahun 2002. Sejak beberapa tahun lalu beliau bahkan tidak pernah meninggalkan Bali, sekali-sekali saja keluar dari keheningan hutan untuk mengajar di tempat-tempat suci di Bali.

Detil dan kontak di https://www.gedeprama.com/

Silahkan Berkomentar

 

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.