Tatkala mendengar curhat remaja di sesi meditasi remaja dulu, di dalam hati ada kesimpulan yg ragu: “Generasi baru banyak yg rapuh”.
Setelah mendengar presentasi guru besar riset dari Universitas Houston Brene Brown di TED, kesimpulannya jelas sekali: “We live in vulnarable world”.
Kita hidup di dunia yg sangat rapuh. Kesimpulan itu didukung oleh basis data dan penelitian yg sangat dalam. Beberapa hari ini situs detik.com berbagi berita menyentuh.
Judulnya saja sudah menyentuh: “Indonesia dalam bahaya sakit mental”. Ia bercerita tentang angka bunuh diri yg menaik terus. Bahkan pada remaja.
Ajakannya, kurangi menyesali datangnya bahaya, mari menemukan Cahaya. Setidaknya di dalam. Lebih bagus lagi jika menemukannya di keluarga.
Ini sejumlah anjuran utk para sahabat. Pertama, utk adik-adik remaja. Hati-hati dg HP. Begitu timbul rasa tidak nyaman, berjaraklah dg HP.
Sudah lama jurnal Psychology Today menyimpulkan: “Medsos adalah jalan tol menuju sakit mental”. Terutama karena di sana orang merasa kurang bahagia.
Khususnya melihat status (foto) orang lain yg dikira selalu lebih bahagia. Kedua, utk adik-adik remaja yg mau menikah. Pernikahan tidak saja berisi hal-hal romantis.
Jika membayangkan pernikahan hanya berisi hal-hal romantis, pasti kecewa dan dijemput bahaya. Pernikahan adalah perjumpaan banyak kerumitan.
Ia akan menyelamatkan jika disertai niat kuat utk saling mengalah secara bergantian. Jika tidak ada yg mengalah, pernikahan pasti membakar.
Ketiga, utk orang tua pemula yg anaknya masih balita. Karena apa yg dilihat anak balita secara berulang-ulang akan masuk ke alam bawah sadar.
Dan alam bawah sadar itu akan dibawa sampai tua, serta sulit diubah, hati-hati memamerkan hal negatif seperti marah di depan anak balita.
Bagus jika anak balita diminta mengulang-ulang kata-kata indah seperti ini: “Saya anak baik, saya sudah bahagia, saya dicintai mama-papa”.
Kata-kata yg diulang-ulang oleh anak balita akan masuk ke alam bawah sadar. Dan alam bawah sadar akan menentukan 95% perilaku kemudian.
Keempat, utk pencinta keluarga. Energi termewah sekaligus sangat menyelamatkan keluarga di zaman ini adalah energi “penerimaan”.
Sekali lagi, itu energi termewah. Terutama karena di luar hadir energi penolakan yg besar sekali. Sehingga energi penerimaan di keluarga bisa menjadi oase yg sangat menyelamatkan.
Terutama bagi anak-anak. Kelima, bagi sahabat yg mulai punya cucu. Kita semua punya hutang karma khususnya pada orang tua.
Masa tua akan menjadi langkah menyelamatkan baik bagi diri sendiri maupun keluarga, jika belajar ikhlas membayar hutang-hutang karma.
Sekali lagi ikhlas! Jalani tiap hal buruk seperti seseorang membayar cicilan rumah. Rawat cucu yg terlahir sebagai leluhur yg terlahir kembali.
Sambil selalu ingat, yg dipindahkan dari satu tubuh ke tubuh lain saat kematian adalah energi kebiasaan. Jika Anda penuh cinta kasih di usia tua.
Tidak mungkin lahir di alam bawah seperti binatang. Setidaknya para sahabat akan terlahir di alam manusia dg kualitas kehidupan yg jauh lebih baik.
Dg kata lain, selamatkan perjalan jiwa sekaligus keluarga dg obat indah ini: “Apa pun rasa sakitnya, cinta kasih obatnya. Apa pun pertanyaannya, cinta kasih jawabannya”.
Foto: Tiga dari lima cucu Guruji
Shambala meditation center: belkedamaian.org, bellofpeace.org