Tatkala Nelson Mandela wafat di awal Desember 2013, tidak sedikit jiwa-jiwa indah yang bersedih. Seorang sahabat Guru spiritual terkenal dari London mengirim e-mail, terasa ada sebuah cahaya besar yang tiba-tiba hilang, sebuah cahaya kedamaian.
Memaafkan
Di tengah dunia yang kering dan pengap oleh kebencian, dendam dan kemarahan, salah satu permata spiritual yang langka sekali di zaman ini adalah permata memaafkan. Perkelahian, peperangan, perceraian hanya sebagian dari deretan bukti. Tapi di tengah kelangkaan permata memaafkan, Nelson Mandela dengan mudah dan murahnya bisa memaafkan orang yang menyakitinya.
Bayangkan bila Anda dimasukkan penjara selama 27 tahun. Selama di dalam penjara perlakuan orang jauh dari manusiawi. Berkali-kali bahkan nyaris kehilangan nyawa. Tidak terbayang dalamnya luka jiwa yang muncul setelah ini. Tetapi sebagaimana dilaporkan sejumlah mantan penjaga Nelson Mandela selama di penjara, berapa kali pun penjaganya diganti, tetap saja hati penjaga yang awalnya keras bisa dibuat lembut oleh Nelson Mandela.
Yang paling mengagumkan, tatkala rezim kulit putih di Afrika Selatan berakhir, kemudian Nelson Mandela memimpin pemerintahan baru, lagi-lagi permata memaafkan demikian bercahayanya. Tidak ada tanda-tanda dendam dan pembalasan di sana. Hanya jiwa yang indah yang bisa memberi keteladanan seindah ini.
Penerimaan
Seperti sebuah bangunan besar yang baru saja runtuh, butuh tenaga dan daya yang besar untuk membangunnya kembali. Itu yang terjadi dengan bangsa Afrika Selatan tatkala memulai sejarah pasca pemerintahan kulit putih. Luka di sana luka di sini, dendam di sana dendam di sini, marah di sana marah di sini.
Tapi seperti mengerti betul logika kesembuhan kejiwaan, setelah melewati periode memaafkan yang berat, maka dimulailah kesembuhan berikutnya berupa menerima keadaan apa adanya. Luka di sana-sini diterima sebagaimana adanya. Dalam bahasa kepemimpinan, fokuskan energi untuk melangkah ke depan, bukannya menyalahkan apa yang sudah lewat.
Dan hasilnya jelas sekali, tidak saja yang memaafkan serta yang dimaafkan terselamatkan, bahkan sebuah bangsa juga terselamatkan. Itu sebabnya, tatkala Piala Dunia berlangsung di Afrika Selatan tahun 2010 lalu, ada yang menyimpulkan seperti ini: “Spanyol boleh membawa pulang Piala Dunia, tapi pemenang sesungguhnya adalah Nelson Mandela”. Terutama karena perhatian media dunia lebih terarah pada Nelson Mandela dibandingkan sepak bola.
Warisan Kedamaian
Ada banyak cara sejarah bercerita. Salah satu caranya adalah melalui lahirnya tokoh. Dan kelahiran Nelson Mandela jelas sekali bercerita, sejarah sangat merindukan permata kedamaian. Di zaman ini, jangankan kekuasaan, bahkan agama pun digunakan sebagai kendaraan kekerasan.
Sehingga bisa dimaklumi, pariwisata spiritual meningkat pesat, pencari spiritual juga meningkat drastis. Tidak ada alasan lain di balik ini terkecuali dahaga dunia akan kedamaian. Dan kelahiran seorang Nelson Mandela seperti cahaya yang menunjukkan sang jalan. Memaafkan adalah bibit kedamaian. Penerimaan adalah air yang disiramkan ke bibit kedamaian. Dan yang paling indah, bunga kedamaian mekar dalam bentuk pelayanan yang tidak mementingkan diri sendiri. Inilah warisan kedamaian yang ditinggalkan almarhum Nelson Mandela.
Bunda Teresa juga pernah menjadi lentera penerang sang jalan. Tatkala ditanya bagaimana kita bisa berkontribusi pada kedamaian, dengan lembut beliau berbisik: “pulang ke rumah, sayangi keluarga”. Kematian boleh mengambil tubuh Nelson Mandela, Bunda Teresa, Mahatma Gandhi, tapi kematian tidak bisa mengambil cahaya kedamaian. Melalui memaafkan, penerimaan, pelayanan yang tidak mementingkan diri sendiri, kita semua bisa mempertahanakn cahaya kedamaian itu di sini di planet ini.
————————————–
English Note: English speaking friends, the messages that flowing through me can be accessed in twitter @gede_prama or web http://www.bellofpeace.org
salam guru..
menerima. kata sederhana itu yg saya jumpai diujung penderitaan.
menerima tidak jauh. dia ada disaat ini. di detik ini. dia tak menolak pikiran yg datang.
dia tak menolak pekerjaan yg datang.
dia tak menolak apapun berkah didalam dan diluar. dialah menerimA. dia tak ada jauh didepan dan tak juga dibelakang dia disaat ini. dia membukakan pintu kedamaian bagi saya guru..
benar guru seperti ibu pertiwi. seperti samudra yg luas. indah
kata ini jauh sekali berada tersembunyi dalam semak jiwa. dan penderitaan menghantar saya menjumpainya.
suksma guru gedeprama
memaafkan dan di maafkan emang indah.
Jika saja 80% warga indonesia sperti itu mgkin akan trasa lbih damai.
Bgus sekali bhasa penulisannya om gede prana.
sebuah pelajaran berharga tentang kehidupan patut di baca dan di amalkan
Sukseme pak gede prama semoga cahaya2 kedamain yg ada disetiap jiwa menyinari setiap napas dan langkah sang jiwa sehingga menjadikan setiap negeri adalah pemenang dan somoga kita tdk melihat perbedaan adalah sebuah ancaman melainkan perbedaan adalah sebuah berkah dan keindahan.
Itu adalah yg sudah Saya lakukan, memaafkan tanpa dendam. Org tua mengajarkan pak. Juga saya senang membaca tulisan Bpk ketika di swa. Salam hangat dari Keluarga Kami.
Guru,terimakasih.Sudah sy sampaikan ke Ibu.Suatu saat bila ibu saya sudah sembuh,sy ingin datang ke acara Dharma Talk bersama ibu saya untuk berjumpa dg Guru