Kesembuhan

Jiwa yg seringan asap dupa

Ditulis oleh Gede Prama

Di suatu malam pernah terdengar ada keluarga yg baru wafat memanggil-manggil dalam bahasa Bali: “Om…sing ngidaang menek”.

Bahasa Indonesianya: “Paman, saya tidak bisa naik”. Pada saat yg sama orang yg baru wafat ini terlihat duduk di kaki bukit yg sangat disucikan.

Nama bukit itu Bukit Sinunggal. Bukit tempat banyak jiwa mengalami panunggalan. Sedih tentu saja, setelah direnungkan lama, dapat jawaban indah.

Orang yg perjalanan jiwanya berat umumnya bertumbuh di 3 dimensi. Melihat kehidupan dg kaca mata dualitas (salah-benar, dll) yg sangat kuat.

Benar-salah itu hidup secara sangat terpisah. Cenderung menyebut diri benar, serta menyebut orang lain dg sebutan salah. Tidak saja penuh konflik.

Tapi juga penuh penyakit. Bagi orang jenis ini, hidup bertumbuh dalam hukum survival of the fittest. Hukum rimba, siapa yg kuat ia yg menang.

Jika disentuh spiritualitas seperti meditasi, manusia bisa bertumbuh ke 4 dimensi. Ada sesuatu yg lebih Agung dari diri yg terpisah. Kita semua terhubung.

Ia yg menyakiti akan disakiti, ia yg menyayangi akan disayangi. Ini yg melahirkan kesadaran utk banyak menolong, sekaligus sesedikit mungkin menyakiti.

Di tingkat ini, orang disebut mulai terbangun (awakening). Itu pintu menuju dimensi ke 5. Di tingkat dimensi ke 5 manusia mulai tumbuh dalam loving awareness.

Frekuensi ini yg kadang di sebut surga di bumi: “Kesadaran yg bermandikan cinta kasih”. Semua memang tidak kekal, semua mengalir, hanya disaksikan.

Pada saat yg sama, muncul kerinduan utk membimbing sebanyak mungkin mahluk agar bisa bertumbuh di frekuensi yg sama. Frekuensi yg berisi jauh lebih sedikit penyakit dan rasa sakit.

Mahatma Gandh sudah sampai di tingkat ini: “Earth is enough to everyone’s need, but not enough to someone’s greed”. Tidak perlu bersaing, apa lagi saling menjatuhkan.

Sekali lagi, tidak perlu!. Apa yg dibutuhkan manusia ada di alam ini. Tingkatan ini yg disebut tercerahkan. Di tingkat ini juga, jiwa akan terbang ringan setelah kematian.

Seringan asap dupa. Tanpa diapa-apakan ia akan bergerak naik. Semoga banyak mahluk yg bisa sampai di sini.

Foto: Bukit Sinunggal sore ini dilihat dari arah Ashram tempat Guruji bermukin di Bali Utara.

Tentang Penulis

Gede Prama

Guruji Gede Prama memulai perjalanan spiritual dengan berdialog bersama Guru simbolik di sebuah desa di Bali Utara. Ini kemudian diperkaya dengan sekolah ke luar negeri, perjumpaan dengan Guru spiritual dunia seperti YM Dalai Lama, YA Thich Nhat Hanh serta Profesor Karen Armstrong, serta olah meditasi yang panjang.

Kendati pernah memimpin perusahaan dengan ribuan karyawan, terbang ke beberapa negara untuk tujuan mengajar, tapi semua itu ditinggalkan karena dipanggil oleh bom Bali di tahun 2002. Sejak beberapa tahun lalu beliau bahkan tidak pernah meninggalkan Bali, sekali-sekali saja keluar dari keheningan hutan untuk mengajar di tempat-tempat suci di Bali.

Detil dan kontak di https://www.gedeprama.com/

Silahkan Berkomentar

 

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.